Malam itu
saya dan istri sedang mampir di sebuah warung es kelapa di pinggir
jalan. Bukan rasa haus yang membuat saya singgah di situ. Apa
alasannya,saya sendiri belum mengerti.
Di sana
terlihat seorang pria yang tengah duduk menikmati es kelapa. Sedang
pemilik warung itu adalah sepasang suami-istri asal Medan yang saya duga
dari logat bicara mereka.
Kami berdua memesan
es kelapa. Tak lama kami pun menikmatinya sambil berbincang sana-sini
menikmati malam yang kami jalani bersama.
Lalu
datanglah seorang bocah berusia 7 tahun kira-kira. Bocah itu mendekati
kedua pemilik warung sambil cium tangan. Bocah itu mengenakan peci putih
dan baju taqwa. Sepertinya ia baru usai mengaji.
Pria
pembeli yang datang sebelum kami membuka tanya, " Itu anak bapak ya?"
Pertanyaan itu dibenarkan oleh penjual es kelapa. Pria pembeli lalu
menyapa si bocah, "Habis pulang ngaji ya nak?"
Anak
itu mengangguk memberi jawab. "Ngajinya sudah sampai surat apa?" tanya
pria tadi. "Surat Al Mulk" jawab anak itu singkat. Mendengar jawab bocah
itu, saya dan istri mulai tertarik dan pasang telinga. Pada saat yang
sama, kedua mata ini mendapati mimik bangga yang tersirat di wajah kedua
orang tuanya yang berpofesi sebagai penjual es kelapa.
Pria
tadi melanjutkan tanya, "Apakah kamu hafal surat Al Mulk?" Anak itu
menjawab dengan anggukan. "Apakah boleh saya uji hafalanmu?" tanya pria
tadi kepada sang bocah. Lagi-lagi si bocah menjawab dengan anggukan.